NEGARA HARUS MELINDUNGI ANAK-ANAK MISKIN DARI KEKERASAN SOSIAL, EKONOMI, PSIKOLOGIS, FISIK, SEKSUAL, MAUPUN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH APARAT NEGARA!

Sabtu, 13 Oktober 2007

Pedofilia, Perlindungan Anak dan Masa Depan Bangsa

Oleh Ahmad Makki Hasan*

Tulisan ini pernah dimuat dalam www.penulislepas.com/v2/?p=220

Pedofilia dalap dikelompokkan dalam penyakit Parafilia. Yakni penyimpangan gairah dalam melampiaskan nafsu seksual. Biasanya penderita melakukan pemyipangan dari norma-norma dalam berhubungan seksual yang selama ini dipertahankan secara tradisional. Dan secara sosial aktivitas seksual penderita tidak dapat diterima.

Pedofilia terdiri dari dua suku kata; pedo (anak) dan filia (cinta). Adalah kecenderungan seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita untuk melakukan aktivitas seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual dengan anak-anak kecil. Bahkan terkadang melibatkan anak dibawah umur. Biasanya anak-anak yang menjadi korban berumur dibawah 13 tahun. Sedangkan penderita umumnya berumur diatas 16 tahun.

Secara sekilas praktek pedofilia di Indonesia dianggap sebagai bentuk perilaku sodomi. Akan tetapi kalau dilihat lebih jauh sangatlah berbeda. Karena terkadang penderita pedofilia bukan hanya dari kaum adam tetapi juga menjangkit kaum hawa dan mereka tidak hanya tertarik pada lawan jenis. Korbannya pun bisa jadi anak laki-laki maupun perempuan.

Adapun aktivitas seks yang dilakukan oleh para pedofil sangat bervariasi. Misalnya dengan menelanjangi anak, melakukan masturbasi dengan anak, bersenggama dengan anak. bahkan jenis aktivitas seksual lainnya termasuk stimulasi oral pada anak, penetrasi pada mulut anak, vagina ataupun anus dengan jari, benda asing atau bisa jadi penis.

Praktik pedofilia yang tidak senonoh ini sangatlah akan berdampak sangat negatif bagi anak. Bukan hanya akan merusak masa depan anak secara fisik saja. Bahkan lebih hebatnya lagi akan merusak mental dan kejiawaan pada anak. gangguan depresi berat akibat pengalaman pahit dan menjijikkan yang dialaminya bisa jadi akan terbawa kelak hingga dewasa.

Apalagi kebanyakan penderita pedofilia disebabkan dirinya pernah menjadi korban pelecehan seksual serupa pada masa kanak-kanak. Walaupun sesungguhnya hingga hari ini penyebab dari pedofilia belum diketahui secara pasti. Selain terkadang penderita pedofilia menandakan ketidakmampuan berhubungan dengan sesama dewasa terutama rasa ketakutan yang berlebihan bagi wanita untuk menjalin hubungan dengan sasama dewasa.

Di Indonesia, praktik pedofilia mulai mencuak sekitar tahun 1995. Dan praktik seksual diluar akal sehat itu pernah terungkap kembali pada tahun 1998. sehingga sejak tahun 2004 kasus ini mulai mendapat perhatian. Khususnya dari aktivis LSM Perlindungan Anak. Apalagi dalam beberapa kasus yang terkuak para pelaku pedofilia itu adalah warga negara asing.

Tidak heran di daerah-daerah wisata Indonesia yang sering dikunjungi wisatawan asing dijadikan surga praktik pedofilia. Sebagaimana dikatakan oleh Drs. Rohman dalam seminar bertem Tahta Pedofilia di Istana Dewa Pulau Dewata: (Sebuah Pengalaman Penelitian Antropologi dari kaki Gunung Agung-Bali) di kampus UGM Yogyakarta, dalam ingatan penduduk lokal, kaum pedofil sudah ada sejak tahun 70-an. Biasanya mereka mengelabuhi anak-anak dengan memberikan uang, pakaian, makanan atau mainan secara berlebihan. Terkadang anak diangkat sebagai salah satu anak asuhnya dengan mengatasnamakan dirinya sebagai pekerja sosial LSM.

Dilihat dari ragam bentuk karakteristik perbuatan kaum pedofil terhadap anak seperti itu bisa dikatakan anak-anak dieksploitasi. Dalam bahasa hukumnya anak-anak menjadi korban dari para eksploitatornya. Oleh sebab itu korban mestinya dilindungi dan memperoleh pelayanan khusus. Dan seharusnya ada norma dan hukum untuk melindungi anak-anak. sehingga secara juridis, pihak yang dituntut bertanggungjawab adalah eksploitatornya.

Akan tetapi hukum di Indonesia yang menjerat pelaku praktik pedofilia tidaklah serius. Sehingga hukuman bagi kaum pedofil seperti halnya Wiliam Stuart Brown (52 tahun) asal Australia tidak setimpal dengan yang telah diperbuat dan resiko rusaknya masa depan para korban. Bahkan Mario Manara (57 tahun) turis asal Italia yang terbukti melakukan praktik pedofilia hanya dijatuhi hukuman penjara kurang dari setahun.

Menurut Profesor LK Suryani, Direktur LSM Committee Againts Sexual Abuse (CASA) Bali menyatakan adanya petunjuk kuat bahwa kaum pedofilia telah menjadikan Bali sebagai salah satu daerah tujuan mereka. Terbukti dengan banyak beredarnya foto-foto anak-anak Bali di Internet. Bahkan kasus praktik pedofilia juga pernah terjadi di Lombok, Batam, Medan, Ujung Pandang dan Surabaya.

Sejauh ini bentuk keseriusan pemerintah sangat diperlukan selain pengawasan terpadu dari seluruh elemen-eleman masyarakat di negara ini. Kalau ditelusuri dalam hukum perlindungan anak di negara kita memang sangatlah minim. Terbukti dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sama sekali tidak mengatur permasalah pelik di atas terkait dengan pornografi anak. Walaupun ada itupun tidak menjelaskan secara eksplisit tentang hukum melakukan eksploitasi pornografi anak seperti yang dilakukan kaum pedofil.

Ketika fenomena praktik pedofilia tidak segera mendapat perhatian dengan salah satunya memberatkan hukuman bagi para pelaku, terlebih bagi mereka yang terbukti melakukan praktik pedofilia, tidak dapat dibayangkan kelak masa depan anak-anak Indonesia. Apalagi ketika anak-anak yang menjadi korban saat ini akan melakukan hal yang sama kelak setelah dewasa. Hal itu janganlah sampai terjadi jika tidak mau negara kita menjadi kaum pedofilia.

*Penulis adalah Pengurus Cabang PMII Kota Malang dan Peneliti Muda di Institute of Studies, Research & Development for Student UIN Malang.

Tidak ada komentar: