NEGARA HARUS MELINDUNGI ANAK-ANAK MISKIN DARI KEKERASAN SOSIAL, EKONOMI, PSIKOLOGIS, FISIK, SEKSUAL, MAUPUN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH APARAT NEGARA!

Senin, 08 Oktober 2007

Kasus Penganiayaan Alm. Irfan Maulana Belum Ada Kejelasan


Surat Terbuka

Tanggal 8 Januari 2007 yang lalu, Irfan Maulana (14), Joki 3 in 1, dianiaya oleh petugas Polisi Pamong Praja (Pol. PP) hingga wafat di jalan Pakubuwono IV kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan ketika Pol. PP melakukan penertiban para Joki 3 in 1. Kondisi alm. Irfan adalah gambaran kondisi anak-anak miskin yang tidak mendapatkan perlindungan hak-haknya oleh Negara. Anak-anak miskin dipaksa mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka dan keluarganya, dibiarkan berhadapan dengan konflik yang begitu keras saat mereka bekerja, termasuk ditangkapi bahkan dibunuh oleh aparat pemerintah daerah, Pol. PP.

Kasus ini berjalan begitu lambat dan semakin tidak mendapatkan perhatian dari beberapa pihak, termasuk publik. Pihak keluarga korban mengatakan bahwa selama lebih dari dua bulan mereka tidak mendapatkan perkembangan progresif atas pelaporan mereka tentang penganiayaan anaknya hingga meninggal dunia ke Kapolda Metro Jaya yang kemudian diturunkan ke Kapolsek Kebayoran Baru, meskipun ditolak karena telah ada pelaporan sebelumnya atas subjek (korban) yang sama oleh petugas Pol. PP. Ketika itu, Pol. PP melaporkan penemuan mayat yang meninggal karena penyakit ayan dari hasil pemeriksaan Dr. Wati, Puskesmas Bumi Kebayoran Baru. Ketidaan informasi tersebut selain tidak didapatkan dari pihak kepolisian, juga dari Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) sebagai tim pengacaranya bersama dengan LKBH Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI). Tim pengacara selama ini tidak pernah melakukan proses konsultasi hukum dengan pihak keluarga sebagaimana yang lazim dilakukan dalam mekanisme advokasi, sehingga pendampingan hukum terkesan vakum. Aliansi Rakyat Miskin (ARM) yang terus memonitor dan memperjuangkan kasus ini melalui upaya-upaya taktis atau nonlitigasi, juga sampai saat ini belum bisa berkoordinasi dengan AAI yang terkesan tertutup.

ARM telah melakukan serangkaian aksi massa untuk mengangkat kasus ini ke publik sekaligus mendesak pihak Satuan Pol. PP bersama dengan Pemprov. DKI Jakarta bertanggung jawab selain agar kepolisian menuntaskan kasus ini dengan baik. Nyatanya, Polsek Kebayoran Baru terkesan lebih meminggirkan fakta bahwa Irfan wafat karena penganiayaan oleh petugas Pol. PP. Kesan ini terbangun karena Kapolseknya pernah menyatakan ke publik bahwa Irfan meninggal karena infeksi usus, bukan penganiayaan, menyimpulkan adanya konspirasi politik guna menutupi kesalahan Pemprov DKI Jakarta yang sangat anti warga miskin hidup di kotanya.

Selain itu, ARM juga telah mengadukan masalah ini ke Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sampai saat ini pengaduan tersebut belum mendapatkan tindak lanjut yang berarti. Beberapa hari yang lalu, ARM mendatangi KPAI agar memprioritaskan kasus ini demi perlindungan terhadap anak-anak miskin. Langkah KPAI yang telah dilakukan hanya sebatas konsultasi dengan salah satu dokter forensik RSCM yang menyatakan bahwa dari hasil foto memang ada pemukulan benda tumpul di sekitar dagu korban. Namun, ARM menilai bahwa langkah KPAI ini sangat minim dengan kapasitas kelembagaannya yang begitu besar. Dari lembar kronologis yang pernah diberikan ARM kepada KPAI, semestinya KPAI tidak hanya mempertanyakan kebenaran penyebab kematian yang bisa didapat jawabannya dari visum ulang yang belum diminta oleh keluarganya, tapi cermat dan bersedia melihat kasus ini dengan perspektif perlindungan anak secara menyeluruh, semisal, apakah dibenarkan penangkapan anak di pinggir jalan, atau perbedaan pernyataan para saksi (anak) bahwa Irfan dianiaya dengan hasil visum yang hanya menyatakan korban meninggal karena infeksi usus. Hal ini menunjukkan masih kentalnya efek birokrasi dan diskriminasi yang menyertai langkah-langkah KPAI, termasuk ketidaksediaan KPAI “menjemput bola” dengan mendatangi keluarga korban dan para saksi untuk menguak kasus ini. Berbeda jika kasusnya berkaitan dengan anak selebritis, bahkan ketuanya pun turun langsung dan bersedia ke Singapura guna menangani kasus salah satu orang terkenal di Indonesia. Malangnya nasib anak-anak miskin di Indonesia.
----------------------------------------------------------

ALIANSI RAKYAT MISKIN (ARM): JCSC, UPC, SRMK, JRMK, ARUS PELANGI, GMKI JAKARTA, KM UIJ, FMN-R, FMN, SOMASI UNJ, KKJB, LBH APIK JAKARTA, LBH JAKARTA, SEBAJA, PDRM ACEH, INSTITUTE FOR ECOSOC RIGHTS, PRP, FITRA.

­­­­­­­­­­­----------------------------------------------------------

Heru Suprapto
Jakarta Centre for Street Children (JCSC)


1 komentar:

andri cahyadi mengatakan...

Wah selamat! sekarang sudah punya blog. Galak, dan revolusioner, JCSC pioner gerakan perlawanan anak-anak keluarga miskin!.

Kasus irfan harus diingatkan lagi, baik kepada umum, terutama pelaku Pemkot Jakarta Selatan!. Jika tidak korban akan terus berjatuhan dan sia-sia. Hukum cuma lelucon dan onani para elit dan kaum intelektual, yang tak pernah berpihak kepada korban.Lawan!


Panjang umur pergerakan rakyat!

Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan!

Rakyat bersatu rebut kedaulatan!

Salam pembebasan.