NEGARA HARUS MELINDUNGI ANAK-ANAK MISKIN DARI KEKERASAN SOSIAL, EKONOMI, PSIKOLOGIS, FISIK, SEKSUAL, MAUPUN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH APARAT NEGARA!

Rabu, 31 Oktober 2007

Tolak Operasi Yustisi!

Foto: hs/JCSC

Koalisi Jakarta Untuk Semua Tolak Operasi Yustisi (JUSTISI)

Sekretariat: Jl. Diponegoro No. 74, Jakarta 10320 Telp.3145518, Fax.3912377, Temporary address: Jl. Mendut No.3 Jakarta Pusat 10320

Jakarta, 25 Oktober 2007

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”
Pasal 28 E ayat (1), Undang Undang Dasar 1945.

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta tahun 2005 menunjukkan arus mudik lebaran dari Jakarta tercatat 2.136.973 orang, dengan arus balik 2.137.740 orang. Sehingga pendatang baru tercatat 180.767. Sedangkan pada 2006 arus mudik sebanyak 2.402.494 orang dengan arus balik 2.484.344 orang, sehingga terdata pendatang baru 81.850 orang. Jakarta dengan luas wilayah 650 km persegi didiami oleh 8,7 juta penduduk sehingga kepadatan penduduk per kilometer persegi mencapai 13.000 jiwa. Data ini kemudian dijadikan alasan pembenar Operasi Yustisi.
Setiap tahunnya khususnya pasca lebaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selalu melakukan “ritual” yaitu Operasi Yustisi. “Ritual” ini bukanlah hal yang dinanti-nantikan warga miskin dan pendatang di Jakrta, karena “ritual” tahunan ini diselenggarakan dalam rangka upaya “pelenyapan” orang-orang miskin dari peradaban kotaJakarta dan usaha kembali memarginalkan perempuan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beranggapan apa yang telah mereka lakukan mempunyai dasar hukum yang kuat, yaitu peraturan daerah No. 4 tahun 2004 . Gubernur terpilih JakartaJakarta untuk Semua” menegaskan bahwa operasi yustisi dilakukan dengan alasan bahwa Jakarta sudah padat dan pendatang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal yang jelas hanya akan membebani Jakarta.
Fauzi Wibowo, yang belum lama ini dilantik dan terkenal dengan slogan kampanyenya “


Sekalipun Operasi Yustisi dilakuakan oleh Pemda Provinsi DKI mengacu pada Perda No. 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum (saat ini direvisi dengan Perda No. 8 tahun 2007) dan Perda No.4 tahun 2004 tentang Pendaftaran penduduk dan pencatatan Sipil adapun aturan teknisnya diatur melalui Instruksi Gubernur No.13 tahun 2006. Namun, perlu kita ketahui bahwa peraturan-peraturan tersebuut cacat hukum karena bertolak belakang dengan Konstitusi Negara (baca: UUD 1945) dan UU No.39 tahun 1999 tentang HAM.


Belum lagi dalam praktek Operasi Yustisi Satpol PP yang ditugaskan sebagai eksekutor memperlakukan warga miskin kota dan Pendatang dengan semena-mena, dipukul, dipaksa, digunduli, diperkosa, disita, dirampas harta benda, digeledah rumahnya dengan paksa, bahkan korbannya ada yang dibunuh. Apa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP ini jelas telah mengindikasikan adanya pelanggaran HAM (baca: UU No.39/1999), Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi tehadap Perempuan (CEDAW), UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Seringkali proses penangkapan (sebuah istilah yang disangkal oleh Kepala Panti Sosial Kedoya karena istilah mereka adalah “penjemputan dalam upaya penyelamatan orang miskin” ) dilakukan dengan alasan dan prosedur yang tidak transparan. Apapun argumen yang dilontarkan dengan Operasi Yustisi ini Jakarta telah mengkriminalkan warga miskin.

Pada tahun 2006 lalu 6 korban Operasi Yustisi mengajukan gugatan Citizen Law Suit Ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun langkah mereka terganjal karena minimnya perspektif hakim terhadap gugatan tersebut.

Seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sadar diri bahwa Jakarta bukan bagian terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), jadi tidak berhak melarang orang untuk datang kejakarta, melarang orang untuk memilih pekerjaannya. Apalagi sampai ada produk hukum yang mengaturnya. Tragis Bukan??? Perlu dipahami juga bahwa Operasai Yustisi bukanlah cara untuk menghentikan Urbanisasi. Persoalan dasar Urbanisasi adalah Kemiskinan Struktural. Ini yang harus dipecahkan bukan dengan menghalau orang yang datang ke Jakarta. Apalagi tingkah laku Jakarta ini di ikuti oleh beberapa daerah yang lain. Sehingga penyelesaian persoalan bukan pada akar persoalan namun hanya memangkas ranting-ranting kecilnya. Jakartapun hendaknya tidak menutup mata jika selama ini punya ketergantungan tenaga kerja dari luar Jakarta

Masih di gelarnya Operasi Yustisi Tahun ini menunjukan bahwa Gubernur DKI saat ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Terbukti bahwa Slogan yang dilontarkannya “ Jakarta untuk semua” hanyalah janji kampanye saja. Ini terbukti Operasi Yustisi tetap dilakukan, bahkan 1000 Satpol PP akan di kerahkan dalam “sweeping” KTP tahun ini.

Melihat kondisi memprihatinkan di atas, maka Koalisi Jakarta Untuk Semua Tolak Operasi Yustisi menyatakan bererikut:

1. Perda No.4 tahun 2004 betentangan dengan Kontitusi Negara dan peraturan lain diatasnya

2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pelanggaran HAM melalui Operasi Yustisi

3. Operasi Yustisi merupakan kegagalan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat dalam menyelesaikan persoalan Kemiskinan Struktural

Sebagai bentuk Ketidak Percayaan kepada pemerintah Propinsi DKI Jakarta, maka Koalisi Jakarta Untuk Semua Tolak Operasi Yustisi (Koalisi JUSTISI) akan melakukan:

1. Membuka posko-posko pengaduan korban Operasi Yustisi

2. Membuat Petisi dan mengumpulakan dukungan masyarakat

3. Mengajukan gugatan atas keberadaan Perda No. 4 tahun 2004 Ke Mahkamah Kontitusi


Sekali lagi kami menegaskan bahwa Jakarta untuk semua orang bukan hanya untuk segelintir orang!


Koalisi Jakarta Untuk Semua Tolak Operasi Yustisi
(Koalisi JUSTISI)

Anggota:Aliansi Rakyat Miskin, Serikat Rakyat Miskin Kota, SPM, JCSC, UPC, UIN, Universitas Kristen Indonesia, KM Universitas Jayabaya, JAKA, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta (021-87797289);

Tidak ada komentar: