DKI Jakarta sebagai ibu kota yang mempunyai jumlah penduduk 7.871.215 jiwa yang 4,48% adalah orang miskin dan tersebar di lima wilayah. Rakyat miskin ini kebanyakan berprofesi sebagai pemulung, tukang ojek, joki three ini one, pedagang kaki lima, pengamen, pengemis, pedagang asongan, penjaja koran, tukang ojek, buruh, waria, psk, dan pengemis. Keperpihakan Pemerintah DKI Jakarta terhadap pemilik modal menjadikan DKI Jakarta tertutup untuk orang miskin. Sektor informal tidak diberikan ruang untuk hidup dan berkembang, sementara mall, hipermarket yang notebene milik pemodal dan semakin menjamur. Pasar-pasar tradisional semakin terjepit oleh pemillik modal yang menginfansi besar-besaran. Penggusuran yang dilakukan secara perlahan membunuh sektor informal yang notebene tulang punggung perekonomian masyarakat, pertumbuhan pasar tradisional negatif (-8,4%) dan pertumbuhan hypermarket 31,4% (AC Nielsen, 2005). Dari 151 pasar tradisional di Jakarta, hanya 20 % saja yang berprospek terus hidup dan dari 120.000 pedagang terdapat 70% pedagang hanya asal usaha saja dapat memenuhi kebutuhan keseharian agar dapat bertahan hidup (diolah dari Hasan Basri, Ketua DPW APPSI DKI Jakarta, 2007). Dalam kurun waktu 2001-2005 di kepemimpinan Sutiyoso, sedikitnya telah terjadi 86 penggusuran pemukiman miskin yang mengorbankan 75.077 jiwa; 74 kasus penggusuran pkl dengan korban sedikitnya 62.263 pkl (termasuk dalam usaha kecil dan menengah); penggarukan 23.025 becak, dan 591 kasus kebakaran atau pembakaran dan 71% (424 kasus) merupakan kebakaran/pembakaran pemukiman miskin.
Kondisi ini adalah realita masyarakat miskin DKI Jakarta. Namun, pemerintah memandang mereka sebagai orang yang mengganggu kenyamanan, keindahan, dan ketertiban. Pemerintah seharusnya menjamin hak-hak mereka sebagai warga negara untuk mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak. Cara-cara represif yang dilakukan merupakan cara yang tidak manusiawi terhadap rakyat miskin sebagai warga negara yang diakui oleh Negara.
Penangkapan, penertiban, dan penggusuran seringkali terjadi dan disertai tindak kekerasan semakin marak. Per September sebanyak 12.288, Oktober 3.879 orang, November 5.928 orang, artinya tindak kekerasan akan sudah banyak terjadi dan akan semakin massif pada tahun 2008 di DKI Jakarta.
Dikeluarkannya Peraturan Daerah No.8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum DKI Jakarta adalah bentuk kegagalan Pemerintah DKI Jakarta mengatasi kemiskinan yang terjadi. Pendekatan legalistik formal yang tidak menyentuh pokok permasalahan terhadap rakyat miskin yang dilakukan dengan penambahan jumlah petugas Tramtib dari 9.000 personil menjadi 15.000 personil. Perda No.8/2007 bukan hanya untuk rakyat miskin, perda ini juga berpotensi menciptakan kemiskinan bagi rakyat DKI Jakarta secara keseluruhan, adanya korupsi baru dengan tidak jelasnya aliran dana program pemberdayaan rakyat miskin sebesar 1 miliyar/kelurahan adalah bukti manipulasi anggaran yang memiskinkan rakyat miskin semakin ditindas dan dibohongi oleh rejim Fauzi Bowo. Dengan pemberlakuan perda ini, maka pemerintah daerah telah melanggar kewajiban sebagai pemerintah dan menutupi kebobrokkannya untuk melindungi hak-hak sebagai warga negara, perlindungan hukum, menciptakan lapangan pekerjaan dan upah yang layak, kehidupan yang layak, hak kesehatan dan pendidikan, dan penghapusan diskriminasi bagi setiap golongan atau kelompok.
Untuk itu, kami dari Aliansi Rakyat Miskin menuntut:
1. Meminta Depdagri membatalkan Peraturan Daerah No.8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum DKI Jakarta karena melanggar HAM.
2. Merealisasikan jaminan sosial untuk rakyat miskin, berupa:
a. Pendidikan gratis, berkualitas, dan kerakyatan
b. Kesehatan gratis, berkualitas, dan kerakyatan
c. Pekerjaan dan upah layak
d. Perlindungan hukum dan hak rakyat miskin
e. Perumahan berkualitas yang murah
f. Penghapusan diskriminasi terhadap setiap golongan
Aliansi Rakyat Miskin
JCSC, SRMK, GMKI Jakarta, LBH APIK, Institute for Ecosoc Rights, Arus Pelangi, PRP Jakarta, LBH Jakarta, SOMASI UNJ, Yayasan Jurnal Perempuan, LPRM, WALHI, SPM, FMN-R, FMN, JNP Mahardika, KPI, ABM Jabotabek, KASBI, YSS, KontraS, FKW, LMND, LPRM, SPPR, PAWANG, APKLI, Kalyanamitra, SPI, SRMK Merah, Aliansi Tolak Perda Tibum; Jakarta Untuk Semua.
Kondisi ini adalah realita masyarakat miskin DKI Jakarta. Namun, pemerintah memandang mereka sebagai orang yang mengganggu kenyamanan, keindahan, dan ketertiban. Pemerintah seharusnya menjamin hak-hak mereka sebagai warga negara untuk mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak. Cara-cara represif yang dilakukan merupakan cara yang tidak manusiawi terhadap rakyat miskin sebagai warga negara yang diakui oleh Negara.
Penangkapan, penertiban, dan penggusuran seringkali terjadi dan disertai tindak kekerasan semakin marak. Per September sebanyak 12.288, Oktober 3.879 orang, November 5.928 orang, artinya tindak kekerasan akan sudah banyak terjadi dan akan semakin massif pada tahun 2008 di DKI Jakarta.
Dikeluarkannya Peraturan Daerah No.8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum DKI Jakarta adalah bentuk kegagalan Pemerintah DKI Jakarta mengatasi kemiskinan yang terjadi. Pendekatan legalistik formal yang tidak menyentuh pokok permasalahan terhadap rakyat miskin yang dilakukan dengan penambahan jumlah petugas Tramtib dari 9.000 personil menjadi 15.000 personil. Perda No.8/2007 bukan hanya untuk rakyat miskin, perda ini juga berpotensi menciptakan kemiskinan bagi rakyat DKI Jakarta secara keseluruhan, adanya korupsi baru dengan tidak jelasnya aliran dana program pemberdayaan rakyat miskin sebesar 1 miliyar/kelurahan adalah bukti manipulasi anggaran yang memiskinkan rakyat miskin semakin ditindas dan dibohongi oleh rejim Fauzi Bowo. Dengan pemberlakuan perda ini, maka pemerintah daerah telah melanggar kewajiban sebagai pemerintah dan menutupi kebobrokkannya untuk melindungi hak-hak sebagai warga negara, perlindungan hukum, menciptakan lapangan pekerjaan dan upah yang layak, kehidupan yang layak, hak kesehatan dan pendidikan, dan penghapusan diskriminasi bagi setiap golongan atau kelompok.
Untuk itu, kami dari Aliansi Rakyat Miskin menuntut:
1. Meminta Depdagri membatalkan Peraturan Daerah No.8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum DKI Jakarta karena melanggar HAM.
2. Merealisasikan jaminan sosial untuk rakyat miskin, berupa:
a. Pendidikan gratis, berkualitas, dan kerakyatan
b. Kesehatan gratis, berkualitas, dan kerakyatan
c. Pekerjaan dan upah layak
d. Perlindungan hukum dan hak rakyat miskin
e. Perumahan berkualitas yang murah
f. Penghapusan diskriminasi terhadap setiap golongan
Aliansi Rakyat Miskin
JCSC, SRMK, GMKI Jakarta, LBH APIK, Institute for Ecosoc Rights, Arus Pelangi, PRP Jakarta, LBH Jakarta, SOMASI UNJ, Yayasan Jurnal Perempuan, LPRM, WALHI, SPM, FMN-R, FMN, JNP Mahardika, KPI, ABM Jabotabek, KASBI, YSS, KontraS, FKW, LMND, LPRM, SPPR, PAWANG, APKLI, Kalyanamitra, SPI, SRMK Merah, Aliansi Tolak Perda Tibum; Jakarta Untuk Semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar